ARTICLE AD BOX

KETUA Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan, mengatakan pihaknya telah merancang pendidikan unik pekerjaan advokat sejak 2015. Tujuannya memenuhi salah satu ketentuan dalam UU Advokat, ialah untuk menjadi advokat kudu melalui tahapan-tahapan.
“PKPA, mengikuti ujian pekerjaan advokat (UPA), magang di instansi advokat, serta pengangkatan dan sumpah advokat,” kata Otto, melalui keterangannya, Jumat (11/7).
Sedangkan Surat Keputusan Mahkamah Agung (SKMA) Nomor 73 Tahun 2015, nan menjadikan single bar (wadah tunggal) Peradi rasa multibar, menurut dia, merupakan pembangkangan (disobidience) terhadap UU Advokat nan tegas menyatakan Peradi sebagai single bar.
“Itulah ketidaktaatan terhadap undang-undang, lantaran Undang-Undang Advokat adalah single bar,” katanya.
Hal senada disampaikan Ketua DPC Peradi Jakarta Barat Suhendra Asido Hutabarat. Ia mengingatkan agar jangan sampai terjadi malapraktik dalam menjalankan pekerjaan advokat. Intinya, PKPA berbobot mencegah potensi tersebut.
“Saya sering menyampaikan, kita (advokat) ini seperti dokter, jangan sampai terjadi malapraktik,” kata Asido dalam pembukaan PKPA Angkatan XXVI DPC Peradi Jakarta Barat nan bekerja sama dengan Universits Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya) di Jakarta, Jumat (11/7).
Asido menyampaikan, malapraktik di bumi medis alias kedokteran sangat fatal, lantaran nyawa bisa melayang. Demikian juga dalam pekerjaan advokat, malapraktik bakal sangat merugikan pengguna alias masyarakat pencari keadilan.
Ia menegaskan, agar tidak terjadi malapraktik, maka jika mau berprofesi sebagai advokat kudu menempuh sesuai ketentuan nan telah digariskan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Tahapan tersebut, di antaranya, setelah menjadi sarjana hukum, kudu mengikuti PKPA. Sesuai UU Advokat, hanya Peradi nan diberikan kewenangan menyelenggarakan PKPA.
Namun, sejak 2015, banyak organisasi advokat (OA) lain membajak salah satu kewenangan Peradi nan diberikan negara melalui UU Advokat. Pemicunya adalah SKMA Nomor 73 Tahun 2015.
Inti SKMA tersebut, ialah Pengadilan Tinggi tidak boleh menolak permohonan penyumpahan calon advokat dari organisasi manapun. “Sehingga muncullah OA-OA nan namanya sampai tidak jelas dan menyelenggarakan PKPA.”
Asido menegaskan, perihal ini menjadi tanggung jawab moral bagi Peradi, termasuk DPC Peradi Jakbar untuk terus menyelenggarakan PKPA nan berkulitas sesuai ketentuan UU Advokat, demi melahirkan calon-calon advokat berkualitas, andal, profesional, dan berintegritas.
Peradi Jakbar juga menghadirkan para pemateri ahli untuk menjaga mutu PKPA. Para pemateri nan dihadirkan, di antaranya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo.
“Beberapa Hakim Agung, Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Pengadilan TUN, dari akademisi, praktisi, termasuk dari DPN Peradi. Jadi betul-betul kami menjamin pematerinya pakar-pakar,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Pendidikan Khusus Profesi Advokat, Sertifikasi, dan Kerja Sama Universitas DPN Peradi, Firmanto Laksana Pangaribuan, menuturkan, penyelenggaraan PKPA kudu sesuai ketentuan. “Syarat minimum pendidikan ini kudu dilaksanakan (terpenuhi),“ ucapnya.
Adapun Ketua Panitia PKPA Angkatan XXVI DPC Peradi Jakbar Fortuna Alvariza, mengungkapkan PKPA nan bakal berjalan selama tiga pekan ini diikuti 106 peserta secara hybrid. “Di sini ada 47 peserta offline dan 59 peserta online.”
Pada kesempatan tersebut, R Lina Sinaulan mewakili Rektor Ubhara Jaya, Irjen (Purn) Bambang Karsono, menyampaikan terima kasih kepada DPC Peradi Jakbar sehingga kerja sama penyelenggaraan PKPA ini sudah mencapai angkatan XXVI. (P-2)