ARTICLE AD BOX
Panitia kerja (panja) Komisi III DPR dan pemerintah sepakat mengatur pengakuan bersalah dan perjanjian penundaan penuntutan dalam revisi KUHAP. Nantinya pengadil nan memutuskan pengakuan bersalah dan perjanjian penundaan penuntutan dapat diterima alias tidak.
Mulanya, Wamenkum Eddy OS Hiariej menjelaskan substansi baru dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi KUHAP. Dalam DIM 26 dan 27 merupakan rangkaian dari paradigma norma pidana modern nan ada dalam KUHP.
"Pasal substansi baru (DIM) 26, 14a mengenai arti pengakuan bersalah alias nan dikenal istilah plea bargain adalah sistem norma bagi terdakwa untuk mengakui kesalahannya dalam suatu tindak pidana dan kooperatif dalam pemeriksaan, dengan menyampaikan bukti nan mendukung pengakuannya dengan hadiah keringanan hukuman," kata Eddy dalam rapat kerja berbareng di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eddy mengatakan sistem plea bargain sedikit berbeda dengan restorative justice. Dia mengatakan untuk restorative justice dilakukan di luar persidangan. Sedangkan untuk plea bargain kudu mendapat persetujuan hakim.
"Jadi pengadil nan bakal memutuskan apakah plea bargain diterima alias tidak. Diterima, maka acaranya berubah dari aktivitas biasa menjadi aktivitas singkat, nan kelak bakal dijelaskan dalam pasal-pasal belakang," jelasnya.
"Ini lebih menyempurnakan konsep restorative justice berfaedah ya? Lebih banyak kesempatan persoalan itu selesai dengan konteks restorative musyawarah?" tanya Ketua Komisi III DPR Habiburokhman nan dibenarkan oleh Eddy.
Namun Eddy menjelaskan plea bargain tidak dapat digunakan untuk semua kasus. Dia mengatakan plea bargain hanya untuk kasus dengan ancaman pidana tertentu.
"Tapi bukan berfaedah dia tidak dihukum, dia dihukum, jadi plea bargain, misalnya dia melakukan penganiayaan berat, ancaman pidananya 5 tahun, lampau saya ke jaksa mengatakan 'Saya mengaku bersalah, saya bersedia tukar rugi', dia tetap dituntut tapi bukan balasan maksimal 5 tahun diturunkan menjadi 2 tahun, itu kelak dalam persetujuan, lantaran plea bargain kudu persetujuan hakim. Hakim nan bakal memutuskan," jelasnya.
Eddy memastikan terdakwa tetap bakal dihukum meskipun dengan sistem plea bargain. Namun balasan bagi terdakwa bakal diringankan.
"Tapi tidak mungkin pada (putusan) bebas alias putusan lepas, lantaran dia memenuhi unsur, lampau dia melakukan tukar rugi terhadap korban jadi itu justru memberikan guide lantaran pengadil apakah seseorang ini bakal disetujui plea bargain itu, bukan pada jaksa tetapi pada hakim," ujarnya.
"Cuma acaranya diubah dari pemeriksaan biasa menjadi pemeriksaan aktivitas singkat, lantaran si terdakwa sudah mengaku, tetap dijatuhi balasan hanya diringankan. Lalu ada syarat-syarat plea bargain ancaman pidana tidak boleh lebih dari 5 tahun," sambungnya.
Habiburokhman pun bertanya kepada peserta rapat apakah menyetujui substansi baru tersebut. Peserta rapat pun menyetujuinya.
"Jadi gimana teman-teman? Sepakat?" tanya Habiburokhman nan dijawab sepakat oleh peserta rapat.
Lebih lanjut, Eddy mengatakan substansi baru lainnya adalah adanya perjanjian penundaan penuntutan alias deferred prosecution agreement (DPA). Eddy mengatakan DPA bertindak untuk tindak pidana nan dilakukan oleh korporasi.
"Substansi baru juga, ini nan disebut dengan perjanjian penundaan penuntutan DPA, adalah sistem norma bagi penuntut umum untuk menunda penuntutan terhadap terdakwa nan melakukan tindak pidana oleh korporasi," ujarnya.
"Ini hanya oleh korporasi, misalnya korporasi itu dia melakukan pencemaran lingkungan, lampau ada terdampak terhadap ke masyarakat, dia bersedia untuk tukar rugi, kemudian apa akibat nan timbul dan semacamnya dia sudah perbaiki, maka itu bisa dijadikan argumen tidak dilakukan penuntutan," sambungnya.
Namun Eddy mengatakan DPA dapat diterima alias tidak berjuntai pada keputusan hakim. Dia mengatakan, jika diterima, terdapat perjanjian dalam jangka waktu tertentu.
"Kemudian, apa nan terjadi jika dia tidak bisa sesuai dengan perjanjian penuntutan, ya dia dituntut, diproses seperti biasa, jadi ada pemisah waktunya," paparnya.
Habiburokhman pun lampau meminta persetujuan peserta rapat mengenai substansi baru tersebut. Peserta rapat pun menyepakatinya.
"Setuju ya?" tanya Habiburokhman nan dijawab setuju.
(amw/rfs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini