Premanisme Di Mandura

Sedang Trending 9 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Premanisme di Mandura Ono Sarwono Penyuka Wayang(MI/Seno)

PREMANISME kembali menggila. Berkedok sebagai ormas, tapi sepak terjang mereka bak garong nan garang melawan hukum. Tindakan mereka anarkistis, tapi seperti tidak pernah bisa dikikis habis. Bisul sosial kronis nan terus dan berulang kali kambuh.

Namun, kudu diakui bahwa premanisme bukan hanya dilakukan para oknum ormas, melainkan juga para elite. Faktanya, mental premanisme juga menggurita dalam sendi-sendi negara. Mereka jauh lebih rawan daripada premanisme jalanan.

Sungguh bangsa apes ketika hingga sekarang warganya tetap tercekam oleh perilaku primitif tersebut. Juga hanya negara tolol nan tidak bisa memberantas. Atau mungkin penguasa memang sengaja memelihara premanisme demi kepentingan tertentu?

RAKYAT KETAKUTAN

Dalam cerita wayang, rakyat Mandura pernah terhantui dengan ketakutan nan luar biasa ketika premanisme merajalela hingga ke kampung dan dusun. Kondisi itu sampai mengganggu stabilitas nasional. Namun, negara dengan sigap menyirnakan.

Pada suatu era, ketenteraman Mandura terganggu dengan maraknya premanisme. Pemalakan, penguasaan lahan, dan penyerobotan tanah dengan kekerasan terjadi di mana-mana. Siapa pun nan ikut cawe-cawe dikeroyok dan digebuki.

Saking akutnya, tindakan barbar itu mencemaskan penduduk hingga ke pelosok negeri. Tidak sekadar mengusik ketenteraman masyarakat, tetapi juga berakibat serius pada sektor ekonomi. Banyak pemodal asing mengurungkan niat berinvestasi.

Raja Mandura Prabu Basudewa prihatin dengan kondisi tersebut. Karena sadar begitu besarnya ancaman, digelarlah sidang darurat mencari solusi. Semua nayaka praja dan paranpara serta para bupati datang dalam pertemuan krusial itu.

Dalam sidang terungkap bahwa para preman rupanya personil resmi ormas Geram (Gerakan Rakyat Mandura) Jaya. Berdasarkan info di Kementerian Dalam Negeri, ormas itu dipimpin pemuda berangasan berjulukan Basuwara Kangsa.

Di Mandura, nama Kangsa tidak asing. Ia merupakan anak angkat Basudewa nan diberi wilayah tempat tinggal di Sengkapura. Warga juga sudah mengerti bahwa Kangsa suka bikin onar dan sadis kepada siapa pun.

Basudewa mengangkat Kangsa sebagai anak lantaran terpaksa. Kenapa demikian? Itu hanya disebabkan Kangsa lahir dari rahim Dewi Maerah, salah satu istri Basudewa. Namun, Kangsa bukan dari benihnya, melainkan dari kelakuan Gorawangsa.

Awal kisahnya Gorawangsa menyamar sebagai Basudewa ketika raja Mandura sedang berburu ke rimba berhari-hari. Raja raksasa Goabarong itu berkesempatan meniduri Maerah nan tak sadar bahwa nan dilayani siang-malam bukan suami.

Penyaruan Gorawangsa terbongkar dan akhirnya tewas di tangan Aryaprabu, adik Basudewa. Maerah kemudian diasingkan ke belantara hingga melahirkan. Anak yatim itu diopeni Suratimantra, adik Gorawangsa, dan diberi nama Kangsa.

KANGSA MATI

Pascarapat, Kangsa diundang menghadap raja di istana. Basudewa didampingi dua adik, Aryaprabu dan Ugrasena, mengonfirmasikan kebenaran personil ormas Geram Jaya nan sering melakukan destruktif di seluruh negeri.

Tanpa ragu, Kangsa mengakui bahwa para preman itu anak buahnya. Namun, ujarnya, mereka nan melakukan melawan norma itu adalah oknum. Dia menjelaskan ormas nan didirikan dimaksudkan untuk membantu masyarakat.

Sebenarnya sejak awal pendirian Geram Jaya sudah memunculkan kekhawatiran. Kenapa? Karena rekrutmen personil kebanyakan berlatar belakang pengangguran dan tak berpendidikan. Pada umumnya hanya bermodal nekat dan berani berkelahi.

Basudewa memerintahkan Kangsa menertibkan anggotanya. Bila tidak, ormasnya dibubarkan dan mereka nan terbukti melakukan tindak pidana dijebloskan ke penjara. Kangsa menyatakan sendika dhawuh, siap melaksanakan perintah.

Namun, sekembali dari istana, Kangsa justru menyuruh om sekaligus tangan kanannya, Suratimantra, meningkatkan premanisme ke seluruh pelosok Mandura. Itu strategi licik Kangsa nan berselera menggulingkan kekuasaan Basudewa.

Basudewa marah besar ketika mengetahui premanisme kian hari malah semakin menjadi-jadi. Lalu, dibentuklah satgas antipremanisme nan diketuai Aryaprabu dengan panglima lapangan Bratasena, keponakan Basudewa.

Di sisi lain, Ugrasena diutus menjemput tiga anak Basudewa nan sejak mini dititipkan kepada Demang Antagopa di Dusun Widarakandang. Mereka adalah Kakrasana, Narayana, dan Rara Ireng nan sudah beranjak dewasa.

Kakrasana dan Narayana ditugasi membantu satgas. Itu juga menjadi ujian Kakrasana sebagai anak sulung nan digadang-gadang menggantikan Basudewa sebagai pemimpin negara selanjutnya.

Berdasarkan mandat raja, Bratasena langsung membubarkan Geram Jaya. Terjadilah perang sengit antara Bratasena dan Suratimantra. Dalam waktu singkat, Suratimantra meninggal tertembus oleh pusaka Kuku Pancanaka.

Kakrasana dan Narayana berhadapan dengan Kangsa. Namun, meskipun lawannya dua, Kangsa bisa mengimbangi dan apalagi membikin kedua pangeran tersebut kewalahan.

Kangsa memang musuh tak sebanding. Sejak mini digeladi bentuk dan pengetahuan perang oleh pamannya dan menjadi pemuda nan sentosa jiwa dan raganya. Selain itu, Kangsa mewarisi kesaktian Gorawangsa.

Beberapa saat kemudian, Kakrasana dan Narayana teringkus tak berkutik. Kangsa mengangkat pedang mau menyirnakan dua adik berkerabat itu. Tiba-tiba Rara Ireng menampakkan diri dan membikin Kangsa terperangah lantaran kecantikannya.

Akibatnya cengkeramnya mengendur. Kakrasana tak menyia-nyiakan waktu dan dengan sigap menghunjamkan Nenggala ke dada Kangsa hingga tersungkur. Narayana menyusul dengan menghantamkan pusaka Cakra sehingga Kangsa lebur.

KETEGASAN HUKUM

Rakyat Mandura bersorak-sorai atas lenyapnya Kangsa dan Suratimantra. Dengan matinya dua tokoh preman tersebut, bubarlah pula ormas nan dipimpin nan selama ini menyusahkan rakyat.

Mandura kembali tenteram seperti semula. Basudewa membuktikan diri sebagai pemimpin nan tegas. Siapa pun nan merusak tatanan dihakimi tanpa ampun. Hukum tegak berdiri sebagai modal utama membangun negeri.

Dalam konteks kekinian, secara filosofis ketegasan penegakan norma seperti nan dilakukan Basudewa sangat dibutuhkan. Negara jangan lengah dan kudu cekatan membersihkan premanisme di segala lini nan merongrong. (M-3)