ARTICLE AD BOX

MAHKAMAH Konstitusi Thailand resmi menangguhkan Perdana Menteri (PM) Paetongtarn Shinawatra dari jabatannya mulai 1 Juli 2025. Keputusan ini diambil sementara penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran etika nan dilakukan Paetongtarn mengenai sengketa diplomatik dengan Kamboja tetap berlangsung.
"Mahkamah Konstitusi dengan kebanyakan 7-2 menangguhkan tertuduh dari tugas Perdana Menteri mulai 1 Juli hingga Mahkamah Konstitusi membikin keputusan," demikian bunyi pernyataan resmi nan dikutip dari AFP, Rabu (2/7).
Gugatan ini bermulai dari golongan senator konservatif Thailand nan menilai Paetongtarn melanggar etika sebagai kepala pemerintahan, khususnya selama bentrok perbatasan dengan Kamboja nan kembali memanas pada Mei lalu. Bentrokan lintas wilayah saat itu menyebabkan satu tentara Kamboja tewas.
Situasi semakin rumit setelah rekaman percakapan telepon antara Paetongtarn dan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen--yang sekarang menjabat Presiden Senat--bocor ke publik.
Dalam percakapan tertanggal 15 Juni itu, Paetongtarn menyebut Hun Sen sebagai 'paman' dan memintanya menyelesaikan sengketa wilayah secara tenteram serta tidak mendengarkan pihak lain dari Thailand, termasuk seorang jenderal nan disebut sebagai lawannya.
Rekaman tersebut memicu kritik tajam dari politisi dan publik Thailand, meskipun Paetongtarn telah menegaskan bahwa ucapannya hanya merupakan bagian dari strategi negosiasi. Dia juga menyatakan tidak mempunyai masalah dengan pihak militer.
Namun, para legislator konservatif menilai Paetongtarn tunduk pada Kamboja dan memperlemah posisi militer Thailand. Mereka juga menudingnya melanggar prinsip konstitusional mengenai integritas dan standar etika nan kudu dijunjung tinggi oleh pejabat tinggi negara, termasuk Perdana Menteri.
Imbas dari kontroversi ini, Partai Bhumjaithai nan merupakan mitra terbesar kedua dalam koalisi pemerintah memutuskan keluar dari pemerintahan.
Sementara itu, pada 28 Juni lalu, sekitar 4.000 orang melakukan tindakan protes di Bangkok, menuntut pengunduran diri Paetongtarn. Massa didominasi penduduk senior ini dipimpin aktivis aktivitas Yellow Shirt nan dikenal pernah menjatuhkan Thaksin Shinawatra--ayah Paetongtarn--pada era 2000-an.
Menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi, Paetongtarn menyatakan sikap legawanya.
"Putusan telah keluar dan saya menerima keputusan mahkamah," ujarnya kepada wartawan di Gedung Pemerintah Bangkok.
"Saya mau menegaskan kembali bahwa saya selalu beriktikad untuk melakukan nan terbaik bagi negara saya," pungkasnya. (I-2)