ARTICLE AD BOX

PEMERINTAH meminta perusahaan alias produsen turut bertanggung jawab dalam penanganan sampah. Khususnya perusahaan alias produsen nan menggunakan bungkusan sekali pakai.
Dorongan itu pernah disampaikan Wali Kota Bogor Dedie A Rachim langsung di forum resmi obrolan interaktif pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Sampah 2025 nan digelar di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Saat itu agenda rakor nan diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, guna mendorong percepatan pengelolaan sampah.
Menurut Wali Kota Dedie dorongan itu didasari data bahwa jumlah sampah nan dihasilkan dari produk para produsen tersebut mencapai jutaan.
"Permasalahan ini kudu betul-betul kita selesaikan bersama. Harus ada kontribusi dari semua pihak,"kata Dedie melalui siaran persnya.
Dia menegaskan dalam menangani persoalan sampah ini tidak bisa hanya diserahkan kepada pemerintah daerah, tapi juga menjadi tanggung jawab para produsen.
"Seperti produsen mi instan, popok, minuman dalam bungkusan saset, dan beragam produk lainnya nan menghasilkan sampah kemasan. Mereka juga kudu ikut bertanggung jawab," ungkapnya.
Penguatan peran produsen juga tengah dilakukan oleh pemerintah pusat.
Seperti nan disampaikan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq sebelumnya, bahwa berasas info persampahan nasional, timbulan sampah nan terkelola sebesar 39,01 persen alias setara 22,09 juta ton dari total 56,63 juta ton pada tahun 2023. Argumennya sampah nan dibawa ke TPA dan dioperasionalkan secara open dumping tidak disebut terkelola.
Untuk mengembalikan kegunaan TPA sebagai tempat pemrosesan residu saja, maka sampah kudu dialihkan sepenuhnya ke akomodasi pengolahan dengan membangun rantai pasok ekonomi sirkular nan berkelanjutan.
Offtaker bakal menjadi penyerap utama hasil pengumpulan, baik dalam corak bahan baku daur ulang, maupun energi, seperti RDF, kompos, alias biogas.
Langkah lain nan didorong adalah mengembangkan akomodasi pengolahan di tingkat tengah, seperti TPS3R dan TPST, serta memberdayakan masyarakat melalui bank sampah.
"Dan kami juga bakal menguatkan patokan tanggungjawab produsen untuk mengurangi, mengolah, re-design serta bertanggung jawab terhadap produknya, menjadi salah satu solusi nan diformulasikan berasas hasil verifikasi lapangan nan dilakukan oleh tim teknis sebagai tindak lanjut dari hukuman administratif nan dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup," katanya.
Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup, Bijaksana Junerosano, nan merupakan narasumber dalam obrolan interaktif turut menjawab dorongan dari Wali Kota Bogor, Dedie Rachim.
"Panduan untuk mendorong tanggung jawab dari para produsen ini sedang digodok (rancangan Perpres). Mohon dukunganya dari pak wali dan para kepala wilayah semua," ucapnya.
Saat ini pihaknya juga sudah melakukan hitung sigap alias dalam hitungan kasarnya mengenai proporsi dari para produsen dalam turut serta membantu penganan persampahahan berasas jumlah produk nan didistribusikan, ialah sebesar 25 persen.
"Itu artinya produsen bisa membantu pengelolaan sampah itu sebanyak 25 persen. Lalu gimana langkah mengumpulkan biaya dari potensi itu, nah ini bakal ada dalam perpres nan sedang dirancang. Itu bakal dimasukkan juga peran dari produsen itu," ujarnya.
Sehingga nantinya semua produsen, baik dari lokal, nasional, luar negeri, dan semua punya tanggung jawab nan sama mengenai apa nan diproduksinya.
"Kalau Anda (produsen) menghasilkan sampah 7 juta lembar, apa kontribusi perusahaan terhadap kota nan menjadi letak pengedaran produknya. Nah, ini tetap digodok (dalam rancangan Perpres)," katanya.
Namun meski Perpres ini tetap dalam tahap pembahasan, Bijaksana mengatakan bahwa kepala wilayah tetap mempunyai kewenangan untuk membikin kesepakatan mengenai sampah-sampah nan dihasilkan oleh para produsen.
"Bersama brand-brand itu bisa duduk berbareng membahas apa kontribusi produsen untuk wilayah dalam pengelolaan sampah,"pungkasnya.(H-2)