Mafia Impor Dituding Dalang Utama Lesunya Industri Tekstil

Sedang Trending 6 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Mafia Impor Dituding Dalang Utama Lesunya Industri Tekstil Buruh Sritex(Antara Foto)

KETUA Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta mengungkapkan akibat derasnya arus masuk peralatan impor tekstil dan produk tekstil (TPT) ke Indonesia. Dia menyoroti keberadaan mafia impor dalam menentukan kuota impor bagi golongan tertentu. Hal itu membikin industri listrik di Tanah Air melemah.

“Mafia impor ini bisa mengatur kuota impor besar untuk golongan tertentu, dan banyak pejabat berkuasa tak berkekuatan menghadapi tekanan tersebut,” tudingnya saat dihubungi Media Indonesia, Minggu (6/7).

Redma menilai jika pemerintah mau menyelamatkan industri TPT, langkah pertama nan kudu dilakukan adalah membersihkan mafia kuota impor. 

"Karena sebaik apapun perangkat pengendalian nan digunakan, pasti bakal ditentang oleh mereka,” katanya.

Di satu sisi Redma menilai, meski Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mempunyai instrumen pengendalian seperti peralatan larangan dan pembatasan (lartas), melalui pertek (pertimbangan teknis), justru implementasinya dianggap melemahkan produk dalam negeri. 

“Alih-alih menekan impor, pertek malah menyantap porsi produk lokal di pasar domestik. Faktanya, impor terus naik dan utilisasi industri kita justru turun,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Redma menyebut nyaris semua instrumen pengendalian impor seperti Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), tindakan pengamanan alias safeguard, hingga standar nasional Indonesia (SNI) wajib, ditolak alias dinegosiasikan dengan tarif rendah. 

“Selama mafia kuota impor tetap bercokol di Kemenperin, jangan minta kita bisa menekan laju impor,” ujarnya.

Dia menyebut gelombang besar peralatan impor telah menerjang pasar nasional secara masif dan nyaris tak terbendung. Kekhawatiran tsunami peralatan impor pun dianggap sudah di depan mata.

“Sudah pasti terjadi tsunami peralatan impor. Untuk pertama kalinya dalam sejarah perdagangan tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional, kita mengalami defisit. Ekspor mengalami penurunan signifikan, sementara impor justru melonjak tajam,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan lonjakan impor, terutama dari Tiongkok sebenarnya sudah terjadi sejak sebelum era Presiden Donald Trump. 

“Dalam periode 2023–2024, kita sudah memandang peningkatan signifikan arus impor dari China ke Indonesia, baik nan legal maupun ilegal,” jelas Faisal.

Ia menyoroti adanya perbedaan mencolok antara info ekspor Tiongkok ke Indonesia dengan info impor nan dicatat Indonesia. Nilai ekspor nan tercatat di Tiongkok dikatakan seringkali jauh lebih tinggi dibandingkan nilai impor nan dilaporkan Indonesia. 

"Ini mengindikasikan adanya arus peralatan masuk nan tidak tercatat secara resmi,” pungkasnya. (H-4)