ARTICLE AD BOX
Jakarta, librosfullgratis.com - Di tengah meningkatnya bentrok dunia dan persaingan geopolitik nan kian tajam, para pemimpin negara-negara BRICS menyatakan sikap tegas dalam KTT nan digelar di Rio de Janeiro, Brasil, pada Minggu (6/7/2025).
Dalam pertemuan puncak tersebut, golongan negara berkembang itu mengutuk serangan terhadap Gaza dan Iran, mendesak reformasi lembaga global, serta menegaskan posisi mereka sebagai kekuatan multilateral baru nan siap mengisi kekosongan diplomasi internasional.
Dalam pidato pembukaan, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menyebut BRICS sebagai "pewaris Gerakan Non-Blok," merujuk pada blok negara-negara berkembang nan menolak berkawan dengan kekuatan besar selama era Perang Dingin.
"Dengan multilateralisme nan sekarang diserang, kedaulatan kita kembali dipertaruhkan," ujar Lula kepada para pemimpin BRICS, dilansir Reuters.
Ia menekankan bahwa BRICS sekarang mewakili lebih dari separuh populasi bumi dan 40% dari output ekonomi global. Dalam forum dengan kalangan bisnis, Lula juga memperingatkan ancaman meningkatnya proteksionisme.
Kecaman dan Seruan Reformasi Tata Dunia
Dalam pernyataan berbareng nan dirilis Minggu sore, para pemimpin BRICS mengecam serangan terhadap prasarana sipil dan akomodasi nuklir Iran sebagai "pelanggaran norma internasional."
Mereka juga menyatakan "keprihatinan mendalam" terhadap situasi rakyat Palestina di Gaza akibat agresi Israel, serta mengutuk serangan nan mereka sebut sebagai "terorisme" di wilayah Kashmir nan dikuasai India.
Lula secara unik menyinggung kegagalan intervensi militer ketua AS di Timur Tengah, dan menegaskan pentingnya BRICS untuk memimpin reformasi lembaga internasional seperti Dewan Keamanan PBB dan Dana Moneter Internasional (IMF).
"Jika tata kelola dunia tidak mencerminkan realitas multipolar abad ke-21, maka BRICS kudu menjadi penggerak untuk memperbaruinya," ujar Lula.
Ia juga mencatat bahwa situasi internasional telah memburuk begitu sigap sejak KTT G20 di tempat nan sama tahun lalu, hingga sejumlah inisiatif kala itu sekarang tak mungkin lagi diwujudkan.
Dalam rumor perdagangan, BRICS menyoroti meningkatnya tarif impor sebagai ancaman serius terhadap sistem perdagangan global. Kritik ini secara implisit diarahkan pada kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump, nan sejak awal masa jabatannya mengusung pendekatan "America First".
Kelompok ini juga menyatakan support bagi keanggotaan Ethiopia dan Iran di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), serta mendesak pemulihan kegunaan penyelesaian sengketa di lembaga tersebut.
Mereka juga mengumumkan inisiatif baru untuk uji coba BRICS Multilateral Guarantees melalui New Development Bank (NDB), nan bermaksud menurunkan biaya pembiayaan dan meningkatkan investasi antar anggota.
Dalam sesi terpisah nan membahas kepintaran buatan, para pemimpin BRICS menyerukan perlindungan terhadap penggunaan AI nan tidak sah, serta pentingnya transparansi dan kompensasi nan setara dalam pengumpulan data.
Fokus Iklim dan Konservasi
KTT ini juga menjadi panggung bagi Brasil untuk memperkuat posisi negara-negara berkembang dalam rumor perubahan iklim, menjelang penyelenggaraan Konferensi Iklim PBB nan juga bakal digelar di Brasil pada November.
Di saat Trump memperlambat langkah-langkah AS dalam menangani krisis iklim, negara-negara BRICS justru tampil proaktif.
Dalam pertemuan bilateral, China dan Uni Emirat Arab dilaporkan menyatakan minat berinvestasi dalam inisiatif Tropical Forests Forever Facility, sebuah program pelestarian rimba tropis nan diusulkan Brasil. Menurut dua sumber nan mengetahui isi pembicaraan, komitmen investasi ini menjadi bukti bahwa negara-negara berkembang mau menjadi bagian dari solusi global.
Koalisi Baru di Tengah Fragmentasi Global
BRICS awalnya dibentuk pada 2009 oleh Brasil, Rusia, India, dan China. Afrika Selatan berasosiasi pada 2010, dan pada tahun lalu, golongan ini resmi menambahkan enam personil baru: Mesir, Ethiopia, Indonesia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
KTT di Rio tahun ini menjadi momen berhistoris lantaran untuk pertama kalinya Indonesia berperan-serta sebagai personil penuh.
"Ruang nan ditinggalkan kekuatan lain segera diisi oleh BRICS," kata seorang diplomat Brasil nan enggan disebut namanya.
Ia menambahkan bahwa meski G7 tetap mempunyai kekuatan besar, dominasinya sudah tidak seperti dulu lagi.
Namun, pertumbuhan BRICS menjadi koalisi nan makin heterogen juga memunculkan tantangan baru dalam membangun kesamaan visi di antara anggotanya.
Hal ini tecermin dalam ketidakhadiran Presiden China Xi Jinping nan hanya mengirim perdana menteri, serta partisipasi daring Presiden Rusia Vladimir Putin akibat surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Israel Ganti Nama Tepi Barat Jadi Yudea dan Samaria, Palestina Teriak