Csis Bagikan 3 Hal Penting Buat Ri Hadapi Trump

Sedang Trending 1 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, librosfullgratis.com - Negosiasi tarif perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) resmi memasuki babak kedua, setelah Presiden AS Donald Trump pada 7 Juli 2025 bersikeras mengenakan tarif perdagangan resiprokal ke Indonesia sebesar 32%.

Center for strategic and international Studies (CSIS) menilai terdapat tiga perihal nan dapat dipertimbangkan oleh pemerintah dalam negosiasi jual beli jilid kedua.

Peneliti Departemen Hubungan Internasional CSIS, Muhammad Habib menjelaskan pemerintah Indonesia bisa memperhatikan lebih lanjut dinamika nan terjadi di Amerika Serikat. Baru-baru ini, AS baru saja meresmikan undang-undang One Big Beautiful Bill Act alias OBBBA.

Adapun, UU ini berisi kebijakan pajak dan pengeluaran nan menjadi inti agenda periode kedua Presiden Donald Trump. Habib menjelaskan, dalam UU tersebut terdapat beberapa poin krusial seperti insentif terhadap produk-produk hijau, produk-produk teknologi hijau nan bakal kemudian dikecualikan alias dihentikan oleh pemerintah AS.

Selain itu, banyak istilah-istilah pertahanan nan digunakan untuk era ekonomi nan kudu diantisipasi oleh pemerintah Indonesia.

"Istilah-istilah pertahanan nan baru masuk di antaranya adalah Foreign Control Entity, Foreign Influence Entity, Foreign Prohibited Entity, Specified Foreign Entity, dan lebih banyak lainnya. Jadi kita memandang lebih banyak penggunaan aspek-aspek alias pertimbangan pertahanan dan keamanan untuk rumor ekonomi ke depan," ujar Habib dalam media briefing, Kamis (10/7/2025).

Kedua, nan perlu diperhatikan oleh pemerintah Indonesia adalah dinamika nan terjadi di kebijakan luar negeri. Seperti gimana ancaman Trump nan menyebut bakal ada 10% tarif tambahan untuk negara-negara BRICS andaikan mereka mendukung Anti-American Policies. Menurut Habib, Indonesia perlu menjelaskan istilah tersebut.

"Pada saat itu Indonesia baru saja menyatakan kemauan untuk berasosiasi kepada BRICS ada juga ancaman tapi sangat spesifik kepada agenda dedolarisasi. Nah biar sekarang menjadi lebih vague alias lebih lebar, lebih luas tanpa arti nan jelas sebenarnya apa nan dimaksud dengan Anti-American Policies," ujarnya.

Terakhir, Habib mengusulkan Indonesia kudu mengawasi proses negosiasi nan dilakukan oleh Inggris, Vietnam, dan juga Tiongkok.

Mereka melakukannya juga dengan high level engagement alias kepemimpinan langsung daripada kepala negaranya masing-masing baik itu Prime Minister Inggris maupun juga Secretary of Communist Party Vietnam dan juga Prime Ministernya Vietnam.

"Oleh lantaran itu bakal menjadi sangat krusial andaikan ada dorongan alias misalnya support secara langsung nan diberikan oleh Presiden melalui komunikasi dengan Presiden Trump," ujarnya.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Prabowo Tegaskan RI Tak Punya Musuh, Perang Jalan Terakhir