ARTICLE AD BOX
Jakarta, librosfullgratis.com - Dikenal sebagai pasar pusat penjahit, bordir, dan toko kain di Jakarta Timur, Pasar Sunan Giri sejak lama jadi rujukan utama bagi masyarakat nan mau membikin seragam hingga menjahit busana pesta. Suara mesin jahit nan berdentum dari kembali gerai sempit jadi karakter unik area ini. Namun di kembali geliat aktivitas itu, para penjahit justru mengeluhkan makin sepinya pesanan.
Berdasarkan pantauan librosfullgratis.com di Pasar Sunan Giri, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (8/7/2025), aktivitas di pusat perbelanjaan tekstil dan jasa jahit ini tampak tak begitu padat namun tak juga lengang. Lorong-lorong pasar nan sempit dipenuhi deretan toko kain, perlengkapan jahit, serta kios-kios jahit nan berderet rapat. Suasana di dalam pasar dipenuhi hiruk-pikuk bunyi mesin jahit nan terus berdengung, penjual nan sibuk melayani pelanggan, hingga para penjahit nan tengah mengerjakan orderannya.
Di beberapa sudut, tampak toko-toko kain dengan gulungan tekstil nan disusun hingga ke langit-langit. Beragam jenis kain-dari brokat, sifon, katun, hingga kain seragam-terpajang dalam warna dan motif beragam.
Pasar Sunan Giri memang dikenal sebagai sentra penjahit dan pusat kebutuhan perlengkapan sandang, mulai dari bahan kain, aksesoris jahit, jasa bordir hingga pembuatan seragam sekolah. Tak hanya penjahit dengan mesin, di beberapa gerai tampak para ibu duduk menjahit payet secara manual, menunjukkan sungguh keahlian tangan tetap menjadi kekuatan utama pasar ini.
Namun belakangan ini, omzet para penjahit di pasar tersebut justru kian menipis. Pesanan busana nan biasanya melonjak jelang tahun aliran baru sekarang tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya.
Omzet Susut, Penjahit Sepi Pesanan
Adi, salah satu penjahit di pasar ini mengaku, meskipun sedang musim masuk sekolah, orderan seragam justru tidak begitu ramai.
"Saya sih biasa-biasa saja ya. Ada lah orderan seragam 1-2 (pcs) sehari, nggak banyak kayak tahun-tahun lampau nan sampai kewalahan," katanya kepada librosfullgratis.com.
Menurutnya, kondisi ini berbeda jauh jika dibandingkan dengan masa sebelum pandemi Covid-19. Orderan mulai ambruk setelah pandemi dan belum betul-betul pulih sampai sekarang.
"Tahun-tahun sebelum Covid (ramai orderan). Habis Covid turun. Memang tahun 2022-2023 itu mulai naik lagi orderan, lantaran kita udah mulai pada buka, tapi jika saya pribadi, dibandingkan sebelum Covid itu jauh banget bedanya. Terakhir ramai tuh 2018-2019, sebelum Covid," ujar Adi.
Adi menyebut penurunan omzetnya bisa mencapai 50%. Selain lantaran daya beli masyarakat nan turun, persaingan nilai dengan penjual online turut mempengaruhi.
"Jauh banget, nyaris setengahnya, 50% ada jika dibandingkan sebelum Covid. Karena pertama, mungkin kita kalah saing sama nan online," ucap dia.
"Persaingannya ini bukan soal kualitas, jika kualitas di sini dijamin bagus-bagus jaitannya, rapih dan kuat, nggak mudah robek. Tapi kita kalah dari segi harganya, jika di online saya nggak pungkiri harganya memang jauh lebih murah dari saya alias teman-teman penjahit di sini," sebutnya.
Untuk satu pangkas seragam sekolah, Adi biasa mematok nilai sekitar Rp200.000, khususnya untuk seragam batik. Namun menurutnya, banyak orang tua sekarang memilih jasa jahit nan lebih murah, nan berada di pinggir jalan.
"Yang biasa order buat seragam itu rata-rata sekolah swasta menengah atas, kayak Al Azhar, Sekolah Diponegoro gitu. Kalau sekolah swasta dekat-dekat sini itu kan seragam batiknya dari sekolah hanya ngasih bahan, nah itu orang tua siswa biasanya jahit di sini," katanya.
"Tapi lantaran mungkin daya beli menurun, mereka jadi pilih-pilih alias cari-cari nan lebih murah. Karena di sini mungkin agak mahal," imbuh dia.
Bahkan, pesanan dari lembaga pemerintah seperti kementerian dan lembaga nan dulu rutin masuk, sekarang tak lagi terdengar.
"Kalau dulu, tahun 2023 alias 2024 kemarin lah, itu tetap banyak PNS (pegawai negeri sipil) datang ke sini ngasih orderan seragam. Hampir semua kementerian/lembaga tuh pasti jahit borongan ke sini, dan mereka setahun itu bisa dua kali jahit. Sekarang mah nggak ada, malah sejak 2025 ini belum ada orderan baju dari PNS. Kan pemerintah ada efisiensi tuh, nah itu berakibat banget," jelas Adi.
Foto: Penjahit tengah menyelesaikan pesanan pengguna di gerai Pasar Sunan Giri, Jakarta Timur, Selasa (8/7/2025). (librosfullgratis.com/Martyasari Rizky)
Penjahit tengah menyelesaikan pesanan pengguna di gerai Pasar Sunan Giri, Jakarta Timur, Selasa (8/7/2025). (librosfullgratis.com/Martyasari Rizky)
Bordir Nama Tak Lagi Ramai
Keluhan serupa juga disampaikan Farhan, penjahit unik bordir nama nan mengaku tahun ini sangat minim pesanan.
"Kurang sih jika tahun ini. Biasanya kan tahun aliran baru itu ramai banget ya," kata Farhan.
Menurutnya, kondisi ini sudah mulai terasa sejak awal 2025.
"Kalau saya rasain sih dari Januari 2025 ini. nan bagus banyak orderan itu saya ngalamin di tahun 2023, pas lenyap Covid, pas mulai pada masuk sekolah lagi, itu lumayan banjir order. Terus turun lagi sejak 2024 dan parahnya di 2025," ujarnya.
Ia menambahkan, saat ini pemasukan hanya datang dari pesanan skala mini nan sebagian besar berasal dari pengguna tetap.
"Ada sih ada pemasukan, hanya ya pas-pasan banget. Sehari paling hanya puluhan aja untuk order bordir nama ya. Itupun lantaran saya ada langganan, kayak kerjasama gitu sama toko seragam. Misal di sana ada nan beli seragam, nah suka ada sepaket orderan bordir nama, itu bordir nama saya nan buat," ucap dia.
Menurut Farhan, penyebab utama orderan menurun adalah lantaran masyarakat mulai menahan pengeluaran dan tidak mengganti seragam setiap tahun.
"Pait banget sih sekarang, nggak tau kenapa. Tapi kayaknya lantaran mungkin masyarakat nggak punya duit aja. Misal jika dulu setiap tahun anaknya tukar seragam, tahun ini mungkin baru tukar 2-3 tahun sekali, alias jika SMP-SMA gitu mungkin mereka nggak tukar baru," tukasnya.
Penjualan Bahan Kain Juga Turun Tajam
Tak hanya jasa jahit dan bordir, penjualan kain di Pasar Sunan Giri pun ikut terdampak. Toni, penjual bahan kain kebaya dan songket, mengaku omzetnya merosot tajam dibanding masa sebelum pandemi.
"Ya gini, dibilang ramai nggak begitu, tapi dibilang sunyi juga engga," ujar Toni saat ditanya kondisi pasar.
Ia mengatakan musim tahun aliran baru memang membikin visitor pasar bertambah, terutama mereka nan mencari baju seragam alias hendak menjahit seragam. Namun dari sisi penjualan, kondisinya tetap lesu.
"Ya ramai sama orang nan nyari alias mau bikin baju seragam. Pasti jadi ramai jika semesteran baru anak sekolah. Tapi omzetnya turun kayaknya ya, lenyap Covid memang mulai ramai lagi, tapi jauh jika dibandingin sama sebelum Covid," katanya.
Toni apalagi memperkirakan penurunan omzetnya mencapai 60-70%.
"Saya kan banyaknya jual bahan untuk kebaya, kain-kain songket gitu, ya lumayan banget. Ada kali ya 60-70%, lantaran sekarang masyarakat nyari nan sudah jadi aja di toko-toko online," jelasnya.
"Sudah jarang ada nan beli bahan di sini, terus jait di sini juga, udah jarang. Ada tetap ada, tapi nggak kayak dulu sebelum Covid," sambung dia.
Pasar Sunan Giri mungkin tetap menyisakan riuh bunyi mesin jahit dan geliat para pelaku upaya kecil. Namun di kembali tembok kios-kios sempit itu, para penjahit terus berjuang menjaga api upaya di tengah tekanan ekonomi, persaingan digital, dan menurunnya daya beli masyarakat.
(wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Genjot Ekonomi RI, Ini Daftar 8 Kebijakan Terbaru Pemerintah