ARTICLE AD BOX

TIADA perbuatan paling indah, selain berpuasa Asyura dan menyantuni anak yatim serta bersedekah kepada orang miskin di Hari Asyura, 10 Muharram 1447 H. Apalagi di tengah kondisi ekonomi sangat susah berhadapan awal tahun aliran baru sekolah, pesantren dan perguruan tinggi.
Demikian antara lain disampaikan Maimun Afrizal, panitia peringatan Hari Asyura 1447 H, Desa Mesjid Pirak, Kecamatan Matangkuli, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, melalui Media Indonesia, Senin (7/7).
Desa Mesjid Pirak adalah kampung pedalaman dimana Pahlawan Nasional Cut Nyak Meutia alias berkawan dipanggil Cut Meutia dilahirkan pada 15 Februari 1870 M. Di situ pula srikandi wanita Aceh itu meniti perjuangan melawan kolonialisme kolonial Belanda hingga beliau syahid saat pertempuran di Gunung Lipeh, Alue Kureng, Hulu sungai Krueng Peutoe pada 24 Oktober 1910.
Bertepatan hari besar Islam nan diisi dakwah Islamiyah oleh Abi Asnawi Arakundoe dalam rangka peringatan Asyura 1447 H, pemuda kapung Cut Meutia itu juga menggelar aktivitas peduli anak yatim. Aksi sosial itu untuk meringankan beban family mereka menghadapi tahun aliran baru sekolah, awal semester ganjil kuliah dan permulaan masuk pesantren.
Meskipun tidak mencukupi, support itu paling kurang bisa mengurangi beban untuk beli kitab dan perangkat tulis dan bahan lenyap pakai lainnya. Santunan ini lebih kepada memotivasi kepedulian sesama, terutama bagi kaum dhuafa. Itu juga merupakan napak tilas mewarisi karakter Cut Meutia ratusan tahun silam di kala tetap berbareng penduduk setempat.
"Orangtua si yatim itu tidak bakal kembali lagi. Kita hanya berupaya meringankan beban mereka, meski tidak seberapa. Meskipun biaya kepemudaan sangat terbatas. Apa nan kami lakukan adalah titik awal rasa tanggung jawab sesama," tutur Maimun nan juga kader Pesantren Makhadal U'lum Diniyah Islamiyah (Mudi) Mesjid Raya Samalanga, Kabupaten Bireuen.
Sejarawan Aceh, M Adli Abdullah, kepada Media Indonesia mengatakan, kepedulian sosial nan dilakukan pemuda Desa Mesjid Pirak adalah mewarisi karakter Cut Meutia. Di kala tetap berbareng penduduk masyarakat sekampung itu, Cut Meutia dikenal sangat peduli terhadap penduduk sekitar.
Cut Meutia nan berparas elok rupawan anak dari pasangan Hulu Balang Pirak Teuku Ben Daud Pirak-Cut Jah itu sangat sosial dan sering membantu siapa saja nan membutuhkan. Beliau banyak menyumbangkan gabah padi dan beras dikala orang kampungnya kesulitan bahan pangan.
Sebagaimana karakter ibunya, Cut Jah, nan sangat peduli terhadap tetangga sekitar, begitu juga kemurahan hati Cut Meutia. Bagi mereka nan mempunyai banyak lahan sawah Cut Meutia tidak jarang memberi hitam pinjaman gabah. Untuk penduduk miskin, dia menyedekahkan gabah secara cuma-cuma.
"Itu sering beliau lakukan jika penduduk belum panen. Cut Meutia mempunyai beberapa kroeng pade (lumbung padi) besar di pekarangan rumahnya. Warga nan lenyap stok pangan beras, tidak enggan mendatangi rumah Cut Meutia. Lalu dikasih satu alias dua karung hingga mencukupi menunggu panen padi," tutur M Adli Abdullah nan juga pengajar norma budaya senior Universitas Syi'ah Kuala (USK) Banda Aceh. (MR/E-4)