Memperkuat Reformasi Tata Ruang Indonesia

Sedang Trending 1 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Akhir-akhir ini warganet gempar dengan adanya pulau-pulau mini Indonesia di jual belikan di Situs Private Online. Empat pulau tersebut berada di Kabupaten Anambas, Kepulauan Riau, ialah Pulau Ritan, Pulau Tokongsendok, Pulau Mala, dan Pulau Nakok. Hal ini menjadi menjadi pertanyaan besar apakah memang pulau-pulau di Indonesia bisa dijualbelikan? Apakah ada patokan mainnya dan gimana pelibatan lintas sektor selama ini.

Berbagai tanggapan di lontarkan termasuk dari Wakil Rakyat nan membidangi pertanahan dan tata ruang Komisi II DPR RI. Seperti nan di ungkapkan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf menyatakan pemerintah kudu menelusuri apakah praktik jual-beli pulau tersebut diketahui, alias apalagi mendapat izin oknum pejabat nan mempunyai kewenangan.

Politisi Partai Demokrat ini berpandangan bahwa persoalan tersebut tidak bisa dianggap sepele dan kudu segera ditindaklanjuti. Sebab, praktik serupa tidak hanya menyasar pulau di suatu wilayah, tetapi juga lahan di area wisata nan berujung dikuasai penduduk negara asing (WNA).

Menelaah Aturan Main

Menindaklanjuti polemik ini Komisi II dengan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid membahas persoalan wilayah serta tapal pemisah di pesisir dan kepulauan tersebut.

Sebagaimana nan di sampaikan oleh Menteri ATR BPN bahwa jumlah pulau di Indonesia sebanyak 17.380 pulau. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.349 pulau alias setara dengan (7,77%) sudah bersertifikat. Sedangkan pulau nan belum bersertifikat sebanyak 15.977 pulau (92,12%) dan nan belum teridentifikasi 17 pulau (0.09%).

Dari info tersebut menujukan bahwa pemerintah kudu memastikan pulau-pulau di Indonesia bisa dijaga untuk kepentingan kedaulatan bangsa. Salah satu upaya nan bisa dilakukan adalah dengan mempercepat integrasi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) di seluruh provinsi untuk menjamin kepastian norma pemanfaatan ruang pesisir, dengan sasaran terukur dan monitoring berkala.

Karena jika menelaah patokan main pemisah wilayah dan pesisir sebagaimana UU PA No 5 Tahun 1960 menyatakan dapat diberikan kepada orang pribadi dan badan hukum, nan mencakup kewenangan untuk memanfaatkan permukaan tanah, badan bumi, dan air, serta tata ruang di atasnya.

Walaupun kewenangan pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah untuk aktivitas upaya di Wilayah Perairan diberikan setelah memperoleh persetujuan KKPRL alias konfirmasi KKPRL dari Kementerian nan menyelenggarakan urusan di bagian kelautan dan perikanan, (Permen ATR/Ka BPN No 18 Tahun 2021).

Memperkuat Lintas Sektoral

Penyelesaian tata ruang di Indonesia dibutuhkan kerjasama lintas sektor. Sebagaimana nan sering terjadi terhadap persoalan tata ruang memerlukan penyelesaian nan melibatkan banyak unsur seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, KLHK, KKP dan ATR/BPN.

Dalam kasus ini berasas PP No 18 Tahun 2021 bahwa Pemberian Hak Atas Tanah di wilayah perairan dilaksanakan berasas perizinan nan diterbitkan oleh Kementerian nan menyelenggarakan urusan bagian kelautan dan perikanan.

Maka dari itu perlunya menyelesaikan pemetaan pulau-pulau mini terluar dan mempercepat identifikasi pulau nan belum terdata, melalui koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk menjaga kedaulatan wilayah perbatasan.

Selain itu, perlu adanya percepatan integrasi nasional info geospasial antarinstansi, khususnya antara peta bagian tanah (ATR/BPN), pemisah wilayah administratif (Kemendagri), Badan Informasi Geospasial (BIG), zonasi laut (KKP), dan peta area rimba (KLHK), dalam rangka mendukung penerapan Kebijakan Satu Peta (Perpres No. 9 Tahun 2016) serta menghindari tumpang tindih kewenangan.

Memutus Fragmentasi Regulasi

Saat ini terlalu banyak peraturan sektoral dari kementerian dan lembaga nan mengatur perihal serupa, namun tidak selaras. Akibatnya terjadi tumpang tindih kewenangan baik pemerintah pusat dengan daerah, KLHK dengan KKP maupun dengan ATR/BPN.

Sebagaimana konklusi Komisi II dengan Menteri ATR/BPN diperlukannya revisi izin dan pembentukan tim terpadu penataan wilayah pesisir untuk percepatan penanganan bentrok pemisah wilayah, mendukung investasi berkelanjutan, dan melindungi ekosistem.

Tanpa reformasi menyeluruh dan pendekatan norma tematik, Indonesia bakal terus menghadapi bentrok izin, tumpang tindih, dan ketidakpastian investasi. Sebuah Omnibus Law Tata Ruang dan Hak atas Lahan bakal menjadi fondasi untuk menyelaraskan pembangunan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan keadilan sosial.

Hasan Basri. Founder Milenial Talk Institute dan Tenaga Ahli Komisi II DPR RI

(imk/imk)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini