ARTICLE AD BOX

KOORDINATOR Advokasi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Watch Timboel Siregar menilai kasus penghentian kerja sama oleh BPJS Kesehatan kepada 2 rumah sakit (RS) lantaran tindakan klaim fiktif sangat merugikan masyarakat.Sheingga bakal lebih efektif jika dibawa ke ranah norma bukan penghentian kerja sama.
Diberitakan sebelumnya BPJS Kesehatan bagian Tegal menghentikan kerja sama dengan 2 RS di Kabupaten Brebes. Kedua rumah sakit tersebut adalah RS Bhakti Asih Brebes, dan RS Bhakti Asih Jatibarang. Kedua RS tersebut terbukti melakukan klaim fiktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Kalaupun ada dugaan fiktif maka kudu mengganti dan dibuka ruang untuk pidana. Misalnya bahwa melakukan pelayanan fiktif/phantom billing," kata Timboel saat dihubungi, Minggu (22/12).
Phantom billing ialah klaim tiruan padahal tidak ada pasien, tapi diklaim sebagai ada pasien maka semestinya bisa dibawa kerana pidana.Menurutnya tidak perlu dilarikan kepada pemutusan hubungan kerja sama. Karena tidak satu RS bermufakat untuk melakukan dugaan fiktif. Pasti ada oknumnya.
Jika RS diputus kerja sama, maka nan menjadi korban semua nan ada di rumah sakit termasuk dokter, perawat, bidan, pengamanan, petugas kebersihan dan pekerja-pekerja lainnya. Hampir 95 persen rumah sakit saat ini merupakan pasien JKN.
"Jadi jika diputus kerja sama, maka kemungkinan besar RS tersebut sepi. Tidak lagi didatangi pasien lantaran tidak bisa menerima penjaminan JKN. Jadi lantaran risikonya nan mengakibatkan seluruh pihak di rumah sakit itu menjadi korban, memang sebenarnya dihindari pemutusan hubungan kerja sama," ujar dia.
Maka hukuman kudu konsentrasi pada oknum dan otak dari tindakan klaim fiktif tersebut. Sheingga oknum nan terlibat kudu mengganti kerugian nan dialami BPJS Kesehatan atas dugaan fiktif tersebut.
"Orang bakal takut melakukan upaya ini alias bakal membikin pengaruh jerak gitu. Tinggal serahkan ke polisi, penyelidikan, penyidikan, bawa kepada Kejaksaan dan kembali ke meja hijau," ucapnya.
"Jangan pernah memutus kerja sama lantaran para pasien bakal mencari kemana dia kudu hemodialisis nan setiap minggu kudu dilakukan. Sementara di rumah sakit lain sudah penuh. Pasien kudu mencari rumah sakit nan kembali melakukan perawatan ataupun membangun diagnosa dari awal lagi," pungkasnya. (H-2)