ARTICLE AD BOX
librosfullgratis.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi mengenai kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek Tahun 2019-2023. Salah satunya nan diperiksa adalah bos Gojek.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, pihaknya memeriksa Melissa Siska Jumito (MSJ) selaku pemilik PT Go-Jek Indonesia pada Senin, 14 Juli 2025.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," tutur Harli dalam keterangannya, Selasa (15/7/2025).
Bersamaan dengan Melissa, interogator Kejagung juga melakukan pemeriksaan terhadap Andre Soelistyo selaku mantan Direktur Utama (Dirut) alias CEO PT Gojek Tokopedia Tbk namalain Goto, nan dimintai keterangan sebagai Direktur PT Aplikasi Karya Anak Bangsa tahun 2020. Termasuk juga FHK selaku Senior Division Manager PT Datascript.
"Adapun ketiga orang saksi tersebut diperiksa mengenai dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset Teknologi Republik Indonesia dalam Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019 sampai dengan 2022," kata Harli.
Kejagung tengah mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Tahun 2019-2023. Anggaran nan digelontorkan pemerintah sendiri mencapai nyaris Rp10 triliun.
"Bahwa betul jejeran Jampidsus ya melalui interogator pada tanggal 20 Mei 2025 dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor 38 dan seterusnya tanggal 20 Mei 2025 telah meningkatkan status penanganan perkara," tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (26/5/2025).
"Meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke investigasi dalam dugaan tindak pidana korupsi pada Kemendikbudristek dalam pengadaan digitalisasi pendidikan tahun 2019-2023," sambungnya.
Ada Pemufakatan Jahat
Harli mengurai posisi kasus, bahwa terjadi dugaan adanya persekongkolan alias permufakatan jahat dari beragam pihak, dengan langkah mengarahkan tim teknis agar membikin kajian mengenai pengadaan pengadaan peralatan TIK untuk ranah teknologi pendidikan.
"Nah agar apa? Supaya diarahkan pada penggunaan laptop nan berbasis pada operating system Chrome, apa namanya itu? Chromebook, berbasis Chromebook. Padahal itu dilakukan bukan menjadi kebutuhan pada saat itu,” jelas dia.
Menurut Harli, pada 2019 lampau sebenarnya telah dilakukan uji coba terhadap penerapan 1.000 unit Chromebook untuk pengembangan digitalisasi pendidikan, namun nyatanya tidak efektif. Sementara, proyek pengadaannya malah tetap dilakukan kemudian.
"Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama, apalagi ke daerah-daerah, sehingga diduga bahwa ada persekongkolan di situ, lantaran di tahun-tahun sebelumnya sudah dilakukan uji coba lantaran sesungguhnya penggunaan Chromebook itu kurang tepat," ungkapnya.
Dari sisi anggaran, diketahui biaya nan digelontorkan sebesar Rp9,9 triliun lebih hingga mendekati Rp10 triliun, nan terdiri dari Rp3,582 triliun untuk pendanaan di satuan pendidikan dan sekitar Rp6,399 triliun melalui Dana Alokasi Khusus namalain DAK.
"Dan perlu juga saya sampaikan bahwa pada tanggal 21 Mei nan lalu, interogator setelah meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan, maka interogator sudah melakukan upaya penggeledahan dan penyitaan," kata Harli.
Penggeledahan
Sejauh ini, sudah ada dua tempat nan menjadi sasaran penggeledahan, ialah di Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra Wolrd 2. Penyidik pun menyita beragam arsip dan peralatan bukti elektronik di kediaman dua Stafsus Nadiem Makarim atas nama Fiona Handayani dan Juris Stan.
Sementara itu, kasus dugaan korupsi digitalisasi pendidikan Chromebook sendiri sempat ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harli mengatakan, nantinya interogator bakal memilah gimana perkembangan penanganan perkara di lembaga lainnya itu.
"Kalau misalnya nan sana itu ditangani sudah katakanlah sampai proses penuntutan alias persidangan, barangkali kan tinggal memilah saja mana nan sudah ditangani, mana nan belum. Tetapi jika tidak, lantaran dari total anggaran ini sekitar Rp9,9 triliun ini kan, nyaris Rp10 triliun ini, barangkali itu nan bakal kelak didalami, dikaji, dilihat ke wilayah mana saja," Harli menandaskan.