ARTICLE AD BOX

SELAIN peringatan Hari Ibu, tanggal 22 Desember juga memperingati Kongres Perempuan Indonesia Pertama pada 1928, dan untuk itu, pentas teater 'Karena Aku Perempuan: Kelahiran Sebuah Pergerakan' diselenggarakan untuk mengenang perjuangan wanita dalam memperjuangkan kesetaraan dan kemerdekaan.
Teater ini menceritakan peristiwa berhistoris dengan tokoh utama Nyi Hadjar Dewantara, Ny Soekonto, dan Sujatin Kartowijono, nan menjadi pelopor dalam Kongres Perempuan Indonesia Pertama di Yogyakarta pada 22–25 Desember 1928. Pada kongres ini, wanita dari beragam organisasi berkumpul untuk menyuarakan hak-hak perempuan.
Pada teater nan disutradarai oleh Wawan Sofwan, tiga tokoh utama bakal diperankan oleh Marcella Zalianty, Aghniny Haque, dan Ruth Marini.
Produser sekaligus aktris, Marcella Zalianty, menyatakan bahwa teater ini dipersembahkan sebagai corak apresiasi dan penghargaan untuk seluruh ibu dan wanita di Indonesia.
"Ini patut kita selebrasi lantaran jika tidak ada perjuangan, kita ini tidak bakal ada di sini dan kita tidak bakal berada di posisi wanita seperti sekarang. Jadi, bagi kita bersama, ini adalah corak apresiasi dan penghargaan nan tinggi untuk wanita nan juga memperjuangkan kita semua," Ujar Marcella dalam Gladi Resik Pentas Teater 'Karena Aku Perempuan, Kelahiran Sebuah Pergerakan' di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada Minggu (22/12)
Tantangan para Tokoh dalam Teater
Ketiga tokoh juga mengungkapkan bahwa setiap peran mempunyai tantangannya masing-masing. Namun, tantangan terbesar mereka adalah lantaran peran tersebut berdurasi singkat dan tidak terlalu banyak melibatkan emosi.
Mereka kudu membayangkan kongres tahun 1928 nan dihadiri oleh laki-laki dan perempuan, meskipun dalam kenyataannya, kongres tersebut berisi perempuan. Mereka kudu membayangkan suasana tersebut dengan perbincangan nan bukan perbincangan era sekarang, serta topik-topik nan sebenarnya cukup berat.
"Tantangan utama adalah lantaran peran ini pendek, singkat, dan tidak melibatkan banyak permainan emosi. Di sini, kita betul-betul kudu menghidupkan suasana kongres dengan dialog-dialog nan bukan perbincangan era sekarang, dan isi-isi nan sebenarnya tidak ringan. Bagaimana meyakinkan setiap kata itu agar menjadi semangat bagi penonton," Ujar Marcella.
Selain itu, tantangan mereka adalah menghadirkan suasana tersebut melalui bahasa, gerakan, langkah duduk, dan sesuai dengan latar cerita, di mana wanita Jawa berbincang dengan bahasa lembut dan lembut.
Dalam mendalami peran, mereka melakukan riset melalui internet dan juga kitab Aku Perempuan karya Triana sebagai sumber utama nan membantu para pemeran memahami tokoh-tokoh wanita nan mereka perankan.
Dominasi Perempuan dalam Produksi
Sebagian besar tim produksi teater terdiri dari perempuan, mulai dari penata musik, pemain viola, penata artistik, hingga tim pendukung lainnya, meskipun peran laki-laki tetap dilibatkan.
"Teater ini dipersembahkan dengan melibatkan nyaris seluruh tim perempuan. Satu-satunya laki-laki nan terlibat adalah sutradara, Mas Lawang, (Wawan Sofwan)," Ungkap Marcella.
Teater nan dipersembahkan oleh Keana Film ini, diharapkan dapat melanjutkan perjuangan wanita untuk kesetaraan, keberanian, dan kecerdasan, seperti nan dilakukan perempuan-perempuan dahsyat di masa lalu, serta memberikan semangat positif.