ARTICLE AD BOX

Indonesia Eximbank (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia/LPEI) meluncurkan program Desa Devisa Tenun NTT untuk memberdayakan para penenun tradisional di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Inisiatif tersebut menyasar peningkatan kualitas produksi, ekspansi pasar, serta mendorong produk tenun unik NTT agar bisa bersaing di tingkat internasional.
Program tersebut menjangkau 31 desa di lima kabupaten, ialah Alor, Belu, Ende, Sikka, dan Sumba Timur, dengan melibatkan 522 penenun, di mana 98,5% adalah perempuan. Pelaksanaan pendampingan dilakukan berbareng Yayasan Insan Bumi Mandiri dan Tenun.in, serta melibatkan kerjasama dengan beragam pemangku kepentingan seperti Kemenkeu Satu, DJBC, PT SMI (Persero), dan Pemerintah Daerah NTT.
"Ini tidak hanya mendorong ekspor, tetapi juga memberikan akibat sosial nan signifikan, terutama dalam pemberdayaan perempuan, pelestarian budaya lokal, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tenun NTT sekarang tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga komoditas ekspor nan berkekuatan saing tinggi," ujar Plt Direktur Pelaksana Pengembangan Bisnis Indonesia Eximbank, Maqin U Norhadi, Labuan Bajo, NTT, Kamis (10/7).
LPEI memberikan training kepada para penenun, termasuk training pewarnaan alami nan sesuai dengan permintaan pasar luar negeri, serta support 17 perangkat tenun. Produk tenun kemudian dipromosikan melalui beragam kanal global, termasuk pameran Global Sourcing Expo Melbourne, Dubai Expo, hingga menjadi official merchandise MotoGP Mandalika dan ADFIAP CEO Meeting. Selain itu, gerai offline di Labuan Bajo didirikan sebagai etalase promosi produk tenun unggulan.
CEO Tenun.in, Hayatul Fikri Aziz mengungkapkan, program ini memberikan akibat ekonomi nan nyata. "Rata-rata pendapatan penenun mengalami peningkatan sebesar 30%, dari sebelumnya Rp750 ribu sampai Rp1 juta per bulan menjadi Rp975 ribu sampai Rp1,3 juta per bulan setelah program berjalan," jelasnya.
Salah satu figur krusial dalam pelestarian tenun tradisional NTT adalah Mama Sariat Tole, penenun asal Kampung Hula, Pulau Alor. Sejak usia lima tahun, dia telah belajar menenun dari ibunya, menggunakan benang kapas hasil tanam sendiri dan pewarna alami dari bahan lokal seperti tinta cumi, daun kelor, kunyit, dan akar mengkudu. Karya Mama Sariat telah dipamerkan di 13 negara dan tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai kreator warna alami terbanyak untuk kain tenun.
Sebagai corak penghargaan atas dedikasinya, Indonesia Eximbank menjadikan Mama Sariat sebagai mentor dalam program Desa Devisa Klaster Tenun NTT, untuk mendampingi para penenun dalam teknik pewarnaan organik dan penggunaan bahan alami nan sesuai dengan standar ekspor global, terutama untuk pasar Jepang nan mengedepankan kualitas dan ketahanan warna.
LPEI mendukung ekspor nasional melalui pembiayaan, penjaminan, asuransi, hingga konsultasi. Hingga Maret 2025, terdapat 1.909 Desa Devisa, tersebar di 18 provinsi dengan nilai ekspor mencapai Rp123,9 miliar dan melibatkan lebih dari 180.000 penerima manfaat. Komoditas nan dikembangkan termasuk kopi, rempah, kain tenun, batik, hasil laut, dan produk turunan kelapa.
Selain itu, LPEI juga mengembangkan Coaching Program for New Exporters (CPNE) nan telah menghasilkan 5.938 alumni dari 19 provinsi. Program tersebut meliputi training manajemen ekspor, legalitas, sertifikasi, branding, dan pemasaran digital. Hingga kini, CPNE telah mencetak 1.197 eksportir baru, dengan total nilai ekspor mencapai Rp 83,3 miliar ke lebih dari 80 negara tujuan.
"Untuk memperkuat penetrasi pasar, Indonesia Eximbank juga aktif membantu para pelaku upaya tersebut untuk ekspansi akses ekspor ke lebih dari 80 negara tujuan baru, memperkuat posisi pelaku upaya nasional di pasar global," pungkas Maqin. (E-3)