ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Sejumlah penduduk menggugat syarat bunyi minimal calon kepala wilayah terpilih dalam UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan mengatakan syarat pemenang dalam pilkada merupakan kebijakan norma terbuka alias open legal policy.
"Menurut saya, persyaratan pemenang pemilihan kepala wilayah merupakan kebijakan norma terbuka (opened legal policy alias optionally constitutional) nan tidak bertentangan dengan konstitusi," kata Irawan kepada wartawan, Rabu (9/7/2025).
Irawan mengaku memahami pemohon nan mengaitkan syarat minimal perolehan bunyi dengan legitimasi calon kepala wilayah terpilih. Namun, katanya, patokan peraih bunyi terbanyak menang pilkada dibuat sebagai upaya efisiensi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdapat juga alasan-alasan lain nan mendasari penentuan pemenang berasas bunyi terbanyak, seperti soal efisiensi penyelenggaraan pemilihan. Karena jika minimum 50% (simple majority), bakal mengharuskan adanya putaran kedua lagi (second round system)," ujarnya.
Irawan mengingatkan MK membatasi diri saat mengadili dan membikin putusan terhadap syarat perolehan bunyi calon kepala wilayah terpilih. Batasan diri membikin putusan mengenai kebijakan legislasi disebut judicial restraint.
"MK berkuasa untuk memeriksa, memutus dan mengadili permohonan tersebut. Cuma kudu membatasi dirinya dalam memutus nomor perolehan bunyi untuk menetapkan pemenang itu," imbuhnya.
Sejumlah penduduk diketahui mengusulkan gugatan terhadap UU Pilkada ke MK. Pemohon meminta MK mengatur calon bupati-wakil bupati, wali kota-wakil wali kota dan gubernur-wakil gubernur terpilih kudu mendapat lebih dari 50% bunyi sah.
Dilihat dari situs resmi MK, Selasa (8/7), gugatan nomor 110/PUU-XXIII/2025 itu diajukan tiga penduduk berjulukan Terence Cameron, Geszi Muhammad Nesta dan Adnisa Prettya. Mereka mengusulkan gugatan terhadap pasal 107 ayat (1) dan pasal 109 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pemohon menyebut patokan nan bertindak saat ini menyebabkan calon terpilih hanya ditentukan bunyi terbanyak. Menurut mereka, perihal tersebut menyebabkan ketidakpastian norma dan kemunduran demokrasi.
(rfs/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini