13 Elang Tikus Dan 3 Elang Bondol Berhasil Diselamatkan Dari Upaya Perdagangan Satwa Ilegal

Sedang Trending 2 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
13 Elang Tikus dan 3 Elang Bondol Berhasil Diselamatkan dari Upaya Perdagangan Satwa Ilegal Elang tikus (Elanus caeruleus) dan elang bondol (Haliastur indus).(Dok. Gakkum Kementerian Kehutanan)

DITJEN Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan melalui Balai Penegakan Hukum Kehutanan Sumatra berbareng Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Selatan, Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE)  sukses mengamankan 16 ekor satwa dilindungi berupa 13 ekor elang tikus (Elanus caeruleus) dan 3 ekor elang bondol (Haliastur indus) di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Seluruh satwa tersebut diselamatkan dari upaya perdagangan satwa ilegal dan saat ini dititipkan di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi Foundation untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

Berdasarkan laporan masyarakat mengenai perdagangan satwa dilindungi, pada tanggal 10 September 2025, tim campuran Gakkum Kehutanan Sumatra dan BKSDA Sumatra Selatan melaksanakan aktivitas Smart Patrol dalam rangka memantau peredaran tumbuhan dan satwa liar di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Dalam aktivitas tersebut, tim melakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki berinisial MA (19 th) di Jalan Padang Pasir RT 001, Desa Beluluk, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan dugaan penyimpanan, pemilikan, pemeliharaan, dan upaya perdagangan satwa dilindungi berupa 13 ekor elang tikus dan 3 ekor elang bondol. Selanjutnya, pelaku beserta peralatan bukti diamankan ke Kantor Seksi Wilayah III BKSDA Sumatra Selatan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh Penyidik Balai Gakkum Kehutanan Sumatra. Saat ini, pelaku telah dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Kepolisian Daerah Bangka Belitung untuk menjalani proses norma lebih lanjut.

Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatra Hari Novianto mengatakan tindakan kepemilikan dan perdagangan satwa liar dilindungi merupakan aktivitas terlarangan nan menakut-nakuti kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia serta berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem.

"Gakkum Kehutanan berbareng abdi negara penegak norma berkomitmen untuk menindak tegas setiap corak pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan konservasi sumber daya alam hayati," tegas Hari, Minggu (14/9).

Ia mengungkapkan, elang bondol (Haliastur indus) dan elang tikus (Elanus caeruleus) memegang peranan krusial dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Sebagai predator puncak, keduanya berkedudukan dalam mengendalikan populasi mamalia mini dan burung, nan pada gilirannya membantu menjaga kesehatan dan keberlanjutan vegetasi serta mengurangi penyebaran penyakit.

Elang bondol, nan sering ditemukan di wilayah perairan, berkedudukan dalam mengendalikan jumlah ikan serta hewan air lainnya, sedangkan elang tikus, nan hidup di wilayah terbuka dan padang rumput, berfokus pada pengendalian populasi tikus dan serangga. Kehadiran kedua jenis elang ini sangat vital bagi keberlanjutan rantai makanan dan keseimbangan alam secara keseluruhan.

"Atas perbuatannya, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 40A ayat (1) huruf d jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, nan mengatur larangan untuk memburu, menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan/atau memperdagangkan satwa nan dilindungi dalam keadaan hidup. Pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar," pungkasnya. (H-3)